Rabu, 08 Juni 2016

KNPB di Mata Seorang Melayu di Jayapura


Oleh: Yohanes  Kertajaya
Saya datang ke sini, di tanah Papua, untuk menjadi seorang guru. Tidak ada tujuan lain dan tidak ada yang mengajak. Keprihatinan ibuku atas kondisi pendidikan di Papualah yang membawa saya ke sini. Ibu relakan saya habiskan  hidupku untuk orang Papua,  menjadi guru.
Benar, saya telah menjadi guru di sebuah sekolah swasta di Jayapura kurang lebih 12 tahun ini. Latar belakang pendidikan saya adalah sosial politik dari universitas ternama di Yogyakarta. Saya mengajar sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Di sini, saya lebih puas menjadi pendidik daripada yang lainnya.
Kurang lebih 12 tahun menjadi guru di Papua, tidak pernah saya mendengar atau melihat pembicaraan seserius ini tentang KNPB  di sekolah tempat saya mengajar akhir-akhir ini. Sejumlah guru: guru asli Papua (ras Melanesia)  maupun guru pendatang (ras Melayu) secara terbuka membicarakan KNPB. Saya menguping beberapa kali tetapi saya memilih diam.
Tetapi, sesering mungkin saya mendengar nama KNPB, keingintahuan saya tentang KNPB terus meningkat. Keputusan bulat, saya harus membuat tulisan tentang KNPB. Memang, dari berita di media, sering saya baca aktivitas KNPB tetapi saya tidak pernah punya keinginan  mengetahui lebih dalam. Karena, bagi saya, lebih penting mendampingi anak-anak SMA ini agar dapat membuat pilihan yang baik untuk hidup mereka kelak.
Tulisan tentang KNPB saya awali dengan riset kecil-kecilan dari  koran, internet dan sumber lainnya. Sebagai seorang guru yang berlatar belakang ilmu social politik, saya paham bahwa menulis tentang KNPB tidak terlalu mudah, apalagi saya seorang Melayu. Terlepas dari saya sebagai seorang Melayu yang ‘mungkin akan dinilai tak berhak bicara soal politik Papua’, kebenaran tak pernah tersembunyi, tak pernah terkalahkan, tak pernah mati. Dengan keyakinan itu, apa pun resiko, saya memutuskan untuk membuat riset kecil dan menulis.
Tulisan tentang KNPB yang saya buat kurang lebih 25 halaman dan telah saya kirim ke Jurnal di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Indonesia. Pada artikel ini, saya sajikan lebih ringkas untuk pendidikan publik di tanah Papua. Saya berkeyakinan bahwa masyarakat mesti diberikan informasi yang benar dan kredibel agar dari informasi itu mereka dapat membangun diri dan bangsanya.
KNPB, Organiasi Pergerakan Sipil Nasional Papua
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah organisasi pergerakan sipil nasional Rakyat Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat).  KNPB didirikan pada 19 November 2008  oleh anak-anak muda terdidik dan berpikiran maju serta menguasai teknologi dan  informasi.
Berdasarkan data yang saya kumpulkan, anak-anak muda Papua ini sadar bahwa rakyat Papua pasca pembunuhan Theys Hiyo Eluay  (Pemimpin  Politik Pro Papua Merdeka) membutuhkan organisasi yang lebih progresif  sebagai sarana untuk menyuarakan lebih lantang lagi tentang keinginan merdeka yang saya amati sudah berurat-akar dan mendarah daging di setiap  orang Papua.
Berdasarkan sejumlah dokumen,  KNPB bukanlah organiasi baru di Papua. Pada tahun 1961, para tokoh  nasionalis Papua telah mendirikan organisasi ini dengan nama Komite Nasional Papua (KNP). Tujuannya jelas, memperjuangkan kemerdekaan Papua menjadi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, West Papua.
Itu artinya, KNPB yang saat ini hanya menambah kata “Barat”. Agenda perjuangannya sama, memediasi rakyat Papua untuk mendapatkan hak kedaulatan mereka melalui referendum, yang oleh anak-anak muda Papua ini anggap sebagai solusi tengah, damai dan demokratis.
Membaca tujuan pendirian organisasi KNPB, saya teringat pelajaran sejarah Indonesia di SMA, sub bagian ‘organisasi pergerakan Indonesia’. Dijelaskan di sana, Indonesia selama berjuang untuk memerdekakan diri dari Belanda pernah  mendirikan sekitar 14 organisasi pergerakan. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo di  Bandung pada 4 Juli 1927.
PNI didirikan dalam situasi sosio-politik yang kompleks.  Mereka merasa bahwa dalam kondisi politik tersebut perlu sebuah organisasi progresif untuk membangkitkan semangat untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Tujuannya jelas, untuk mencapai Indonesia merdeka.
Organisasi lainnya dalam sejarah pergerakan Indoneia adalah  Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh Sartono, Sanusi Pane, dan Moh. Yamin. Dasar dan tujuannya sama,  memperjuangkan sIndonesia Merdeka.
Seperti PNI dan Perindo memandang Belanda adalah kolonial, KNPB memandang Indonesia saat ini adalah kolonial di tanah Papua. KNPB adalah anak-anak muda Papua yang  memiliki keyakinan bahwa penindasan dan eksploitasi atau kolonialisme dan kapitalisme global akan dihentikan oleh kekuatan gerakan rakyat  dan solidaritas dari seluruh rakyat di seluruh dunia yang ingin dan cinta keadilan, kebebasan, demokrasi kemanusiaan, dan perdamaian. Pandangan seperti itu jugalah yang ada di benak Ir. Soekarno pada masa revolusi Indonesia.
Tentu, pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, organisasi PNI dan Perindo serta organisasi lainnya adalah ancaman bagi kekuasaan Belanda. Kira-kira,  beginilah (saya gambarkan)  Indonesia melihat KNPB saat ini di Papua.
KNPB sebagai organisasi pergerakan, mendukung dan berkampanye jalan hukum dan politik untuk Kebebasan Papua Barat yang diupayakan Parlemen Internasional untuk Papua Barat/International Parlementer  for West Papua (IPWP). Upaya gugatan atas pendudukan Indonesia di Papua Barat untuk proses hukum internasional oleh Pengacara-Pengacara Internasional untuk Papua Barat/International Lawyers for West Papua (ILWP) juga didukung KNPB.
Terakhir, KNPB bersama sejumlah organisasi perjuangan lainnya di Papua, sudah menyatakan bersatu di bawah payung perjuangan rakyat Papua yang kini dikenal, United Liberalition Movement for West Papua (ULMWP). Kemudian, selama hampir 2 tahun ini, ULMWP membuat gegelisahan Jakarta semakin meningkat.
KNPB Itu Rakyat Papua, Simpati Membludak
Berdasarkan riset saya di sejumlah dokumen, sejak awal pendirian, KNPB telah mengatakan bahwa perjuangannya adalah perjuangan damai dan bermartabat oleh rakyat yang cinta damai dan memiliki martabat.  Itu membuat, simpati terus berdatangan,  tak hanya pemuda tetapi juga kelompok tua, mahasiswa, pelajar, laki-laki dan perempuan.
Orang Papua melihat  KNPB bukanlah “orang lain” dan “bukanlah organiasi baru”. Karenanya, mengapa demonstrasi yang dimediasi KNPB selalu saja dihadiri ribuan orang Papua.  Saya temui foto-foto demonstrasi KNPB di website yang  melibatkan belasan ribu orang: anak kecil, pelajar, mahasiswa, pemuda, tua, muda, laki-laki bahkan PNS serta pejabat ikut mendukung.
KNPB juga telah lama lebarkan sayapnya di seluruh pelosok Papua. Saya dapatkan informasi  dari sumber terpercaya, KNPB telah membuat cabang  di lebih dari 30 kabupaten di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat).
Menarik dari riset kecil saya adalah perjuangan KNPB tak hanya turun jalan, demonstrasi. Mereka mengadakan seminar, pelatihan dan membuat sarana kampanye berupa news letter cetak dan online berupa website,  blogspot, dan media social seperti  grup facebook, youtube, dan lainnya. Semua ini dengan mudah dapat ditemukan di internet. Mereka sangat maju di media online.
Tampaknya anak-anak muda Papua ini telah menyadari bahwa internet adalah sarana perjuangan yang tepat di zaman ini. Mereka juga bisa jadi menyadari dan tidak terlalu banyak berharap pada media-media nasional untuk pemberitaan aktivitas  perjuangan mereka.
Berdasarkan riset kecil saya,  tidak banyak media nasional di Indonesia yang secara lengkap dan obyektif meliput KNPB. Lebih banyak berita tentang KNPB yang saya temukan di media nasional tak berimbang, bahkan menempatkan KNPB sebagai organisasi illegal bahkan kriminal. Saya tidak terlalu kaget dengan kondisi ini karena  PNI dan organisasi gerakan lainnya di Java mendapatkan perlakukan demikian di masa revolusi Indonesia. Dulu PNI dan para pendirinya serta pengurusnya dicap  separatis, illegal bahkan kriminal tetapi bagi kita saat ini adalah pahlawan revolusi.
Hal menarik dari kondisi ini adalah justru media-media skala internasional lebih sering meliput KNPB dan diberitakan secara global.  Kondisi ini membuat  dukungan p ada apa yang diperjuangkan KNPB tidak hanya semakin kencang dari  rakyat Papua tetapi dukungan datang dari berbagai pihak di Indonesia dan secara global di  berbagai belahan dunia. Dukungan membludak.
Negara Gelisah: Pilih Pendekatan Ekonomi
 “Semakin besar dan tinggi pohon itu bertumbuh, semakin besar pula terjangan angin.” Semakin besar gerakan dan dukungan rakyat dan global, semakin besar pula badai yang menimpa organisasi. Kondisi ini disadari justru pada saat KNPB dibentuk sebagaimana diungkapnya Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo.
“KNPB itu bukan organisasi kecil. KNPB juga bukan berbicara soal makan siang. KNPB organisasi milik rakyat Papua Barat. KNPB bicara soal nasif bangsa Papua Barat. Maka, sebuah perjuangan tidak mungkin luput dari tantangan dan pengorbanan. Orang akan kasih label ini, label itu, isu ini, isu itu pada KNPB. Itu semua dilakukan oleh musuh untuk melumpuhkan rakyat Papua. Rakyat Papua terus merapatkan barisan perlawanan,” bintangpaua.com, melaluisuarapapuamerdeka.com, Edisi, Rabu, 5 Oktober 2011.
Apa yang disadari KNPB benar-benar terjadi. Kegelisahan negara atas kekuatan KNPB ditunjukkan dengan berbagai cara. Negara berupaya mendegradasi dan menjustifikasi gerakan KNPB sebagai gerakan kekerasan, gerakan pengacau, gerakan teroris dan label-label lainnya. Label-label seperti ini ikut dikampanyekan oleh sebagian besar media-media di Indonesia.
Para aktivis KNPB menjadi target penangkapan, target kriminalisasi, hingga pebunuhan. Hingga saat ini, ribuan aktivis KNPB pernah ditangkap, dipenjarakan, dijadikan Daftar Pencarian Orang (DPO), dan ditembak dengan berbagai tuduhan.
Data yang saya peroleh, hingga saat ini, lebih dari 30 anggota KNPB tewas baik dibunuh diam-diam, ditembak langsung, dipukul hingga kritis dan meninggal di rumah. Ratusan lainnya menderita luka tembak dan penganiayaan. Musa Mako Tabuni misalnya, ditembak di hadapan rakyat yang selama ini ia bela, Kamis, (14/6/2012) silam. Sementera, Ketua Komisariat Militan Komite Nasional Barat (KNPB) Pusat, Hubertus Mabel (30) juga ditembak di kampungnya dan masih banyak lagi.
Kini, saat isu Papua mulai mendunia sejalan dengan kekuatan KNPB, tampaknya kegelisahan negara semakin besar. Berbagai spanduk anti KNPB dan ULMWP bertebaran di mana-mana di Jayapura dan sejumlah kota di Papua. Sejumlah media online dan grup facebook muncul tiba-tiba untuk menyerang KNPB. Bahkan, bermunculan banyak facebook dengan nama para aktivias Papua dan nama orang Papua. Tujuannya, mengacaukan perjuangan para aktivis Papua.
Sementara itu, intensitas Presiden Indonesia,  Joko Widodo ke Papua  meningkat. Sejak dilantik, lebih dari 4 kali Jokowi ke Papua. Sejumlah program diluncurkan, jalan tol, rencana  rel kreta api, pasar mama di Jayapura, dan lainnya. Semuanya ini mesti diapresiasi karena selama 15 tahun saya di Papua,  hanya Jokowi bisa datang banyak kali ke Papua dan tampaknya punya hati yang murni.
Hal baik lain adalah Jokowi telah membentuk Kelompok Kerja Papua (Pokja Papua). Peran mereka tak bedanya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua (UP4B) yang telah disakasikan kegagalannya oleh rakyat Papua. Banyak pihak mengungkapkan di media bahwa mereka sangat pesimis dengan Pokja Papua karena hingga saat ini tak ada kantor di Jayapura dan tidak jelas apa yang dikerjakan di Papua.
Para menteri juga sesering mungkin datang ke Papua, termasuk kepala Badan Intelijen Negara, tapi persoalan sejarah, politik dan HAM tampaknya belum disentuh. Saya tidak terlalu yakin, Jokowi tidak paham persoalan di Papua secara komprehensif? Tetapi, bisa jadi ia tidak diberikan informasi yang obyektif tentang Papua, bahwa persoalan Papua bukanlah hanya soal keadilan pembangunan, tetapi juga soal sejarah, HAM dan politik serta demokrasi (kebebasan berpendapat). Bahwa, penyelesaian Papua bukan hanya dengan yang oleh KNPB menyebutnya urusan ‘makan minum’.
Memang, soal HAM misalnya, sejumlah media menulis, Menteri Keamanan, Politik, Hukum dan HAM, Luhut B. Pandjaitan telah membentuk tim penuntasan pelanggaran HAM Papua. Tetapi, kalangan aktivis Papua menilai, tim ini dibentuk untuk menghalangi tim pencari fakta pelanggaran HAM Papua yang telah dibentuk oleh  Pasific Island Forum  (PIF).
Nah, apakah dengan cara-cara ini dan upaya-upaya  ini akan sukses meredam keinginan merdeka dari rakyat Papua?
Saya melihat, sulit. KNPB sudah jauh melangkah. Perang media tampaknya sulit dibendung. Kesadaran nasional yang besar telah lahir di Papua. Kepercayaan rakyat Papua, ras Melanesia, pada negara sulit untuk kembali dihidupkan dengan cara apa pun. Kesadaran nasional tidak hanya tumbuh di kalangan aktivis dan terpelajar, di kalangan anak didik saya di SMA sekali pun sudah tumbuh subur.
Saya menemui anak-anak didik saya suka membawa noken bergambar Bintang Kejora, mereka gambar di celana seragam, dalam buku-buku catatan penuh gambar Bintang Kejora. Juga mereka tidak menulis dengan hanya nama “Papua” tetapi “West Papua” atau “Papua Barat” di bawah bendera yang telah digambarnya. Anak-anak SLTP dan SD juga jika ditanya apa bendera kamu, tentu mereka akan menjawab Bintang Kejora, bukan Merah Putih. Saya sudah mencoba menanyakan anak-anak di sejumlah sekolah yang berbeda.
Mengapa demikian? Dalam kondisi sebagaimana digambarkan di atas tadi, kita sudah menyaksikan, KNPB dengan gagah berani turunkan ribuan masa dalam tekanan aparat yang luar biasa pada 31 Mei 2016 untuk mendukung ULMWP menjadi anggota penuh Melanesia Sperheed Grup (MSG). Ini dilakukan setelah sebelumnya, hampir 2000 (dua ribu) orang ditangkap dan digiring ke halaman Markas Brimob dan orasi Papua Medeka di sana. Aparat polisi yang berada di setiap titik aksi pada pukul 04:00 WIT tak mampu membendung gerakan rakyat ketika  itu.
Kemudian, muncul skenario baru. Ada dugaan, pihak-pihak tertentu memfasilitasi demonstrasi tandingan. Pada 2 Juni 2016, kelompok orang yang didominasi ras Melayu yang menamakan diriBarisan Rakyat Pembela (BARA) NKRI melakukan demonstrasi di kantor DPRP dan beberapa kota di Papua.
Sejumlah pemuda mengakui, tidak bisa menolak kalau diberi uang 300 ribu dan dijemput dan diantar pulang dengan truk. Jika yang turun demonstrasi 2000 orang, maka berapa rupiah yang keluar untuk memaksakan orang yang tak tahu apa-apa datang demonstrasi. Ada yang menarik, dalam aksi ini, terjadi pemukulan terhadap seorang wanita, Hendrika Kowenip di ruas jalan Lapangan Trikora, Abepura oleh masa aksi BARA  NKRI. Ini akan menjadi ujian bagi polisi di Papua, apakah akan proses pelaku atau tidak?
Banyak pihak menuding ada upaya sadar agar konflik horizontal terjadi di tanah Papua. Tetapi, rencana ini tampaknya akan gagal karena sejauh ini belum ada kelompok di Papua yang menanggapi  aksi BARA NKRI secara terbuka dan dengan hati panas. Sejumlah pimpinan juga saya ikuti telah menghimbau agar rakyat Papua harus dewasa dan tahan diri.  Itu artinya, rakyat Papua telah memiliki kesadaran politik yang baik dan dewasa.
Soal demonstrasi BARA NKRI, saya sebagai seorang Melayu di Papua, menjadi tidak masuk akal jika orang-orang Melayu mengusir KNPB yang adalah rakyat Papua. Banyak hak orang Melanesia di tempat ini telah kita rengut. Apakah pantas, saya merengut lagi hak kebebasan berpendapat, hak berpolitik mereka, orang Papua? Apakah saya, orang Melayu di Papua akan mati jika orang-orang Melanesia di Papua memperjuangkan hak politik mereka? Bahkan jika pun mereka merdeka, apakah saya akan  mati? Tentu tidak!  Saya tidak seserakah itu. Ini adalah refleksi pribadi saya untuk  menjemput bulan suci ini.
Saya berkesimpulan bahwa, kita, orang Melayu  harus punya pemahaman yang lengkap bahwa kriminalisasi, penangkapan dan pembunuhan, serta scenario konflik horizontal lazim dilakukan penjajah kepada  organisasi pergerakan di mana pun di dunia ini. Seperti yang terjadi pada KNPB, para tokoh pendiri PNI seperti  Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata pernah mengalaminya. Mereka ditangkap oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 24 Desember 1929. Mereka kemudian diajukan ke depan pengadilan Landraad di Bandung dan dipenjara.
Bukankah model seperti inilah yang dipraktekkan aparat Indonesia atas aktivis KNPB selama ini. Apakah orang-orang Melayu di Papua harus terjebak pada nasionalisme  yang sempit di zaman yang terbuka dan modern ini?
Rakyat Papua Sedang Buat Sejarah Mereka   
Berdasarkan risek kecil, saya berkesimpulan bahwa ternyata KNPB itu rakyat Papua. Rakyat Papua yang tak menyerah pada kematian sekalipun. Dari ungkapan mereka,  saya tangkap, sudah terlalu banyak orang-orang tercinta terengut nyawanya di moncong senjata saat berjuang untuk menggapai hak politiknya. Karena itulah, para aktivis KNPB menganggap bahwa jika nyawa harus terengut berarti itu bukan jalan sejarah baru.
Di berbagai kesempatan, KNPB mengatakan, tidak ada satu organisasi ataupun lembaga negara yang bisa membubarkan KNPB. KNPB adalah rakyat Papua maka harus dipertahankan dengan air mata dan darah.  KNPB hanya akan bubar kalau rakyat Papua ras Melanesia dari Sorong-Samarai bangkit dan minta KNPB bubar. KNPB hanya punya kontrak politik dengan rakyat Papua, bakanlah kelompok Melayu seperti saya.
Rakyat Papua memadang saya adalah tamu yang tak punya hak untuk membubarkan KNPB. Tamu yang tidak layak memegang kendali hidup tuan rumah, tuan tanah, orang Melanesia di Papua. Kadang saya mengakuinya bahwa, sebagian besar orang Melayu di Papua maupun di Jawa  menjadi  korban politik kolonialisme, memiliki nasionalisme yang sempit dan egoistis dalam melihat Papua.
Saya tersentuh dengan pernyataan Ketua KNPB, Victor Yeimo  di status facebook-nya pasca demonstrasi BARA NKRI di Jayapura.  Ia menulis begini, “Perjuangan kita bukanlah suatu perlombaan antar pendatang dan pribumi. Perjuangan kita adalah perjuangan rakyat-bangsa tertindas melawan penindas, yakni penguasa kolonial, kapitalis, beserta semua yang sedang menyukseskan (memperkokoh) kepentingannya. Kita berjuang dengan bermartabat untuk mengakhirinya dengan bermartabat.”
Jangankan Papua, di Jawa sekalipun perasaan tertindas oleh para kapitalis masih dirasakan. Perjuangan KNPB sebenarnya adalah juga perjuangan kaum tertindas Papua, kaum tertindas Indonesia dan kaum tertindas dunia. Perjuangan penegakan martabat manusia adalah perjuangan bersama seluruh bangsa manusia di dunia, termasuk saya orang Melayu di Papua.
Setelah dua minggu saya membuat riset kecil tentang KNPB, saya menyadari bahwa perjuangan KNPB adalah perjuangan umat manusia di dunia. Tanpa perjungan semacam ini, penindasan, keserakahan terus akan tumbuh subur. Indonesia memiliki sejarah yang panjang melawan Belanda, sama halnya Papua ternyata memiliki jalan sejarah yang berbeda untuk melawan kapitalisme dan kolonialisme di atas tanah mereka.
Pernyataan Ketua KNPB “Perjuangan kita bukanlah suatu perlombaan antar pendatang dan pribumi. Perjuangan kita adalah ….” di atas tadi adalah tamparan keras bagi saya. Mereka menampar saya, menampar kita, mengajak kita untuk membuka mata dan melihat penindasan dan sepakati bahwa penindasan atas nama apapun harus dihapuskan dari atas muka bumi ini., termasuk penindasan atas nama “NKRI harga mati”.
Mereka, KNPB, rakyat Papua, sedang terus rapatkan barisan perjuangan, mereka aksi, mereka seminar, mereka menulis, dan terus bergerak maju ke depan. Mereka sedang membuat sejarah bangsa mereka, West Papua.
*Guru Sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaan di Salah Satu Sekolah Swasta di Kota Jayapura.



 Ket: Foto ilustrasi dapat disesuaikan dengan keinginan redaksi. Saya menemukan di blog ini juga ada foto KNPB saat aksi. https://wpncnews.wordpress.com/2012/03/21/foto-knpb-news-10-000-demonstran-knpb-di-numbay-west-papua-menuntut-referendum/.



SHARE THIS

Facebook Comment

0 komentar: