Saya datang ke sini, di tanah Papua, untuk menjadi seorang guru. Tidak ada
tujuan lain dan tidak ada yang mengajak. Keprihatinan ibuku atas kondisi
pendidikan di Papualah yang membawa saya ke sini. Ibu relakan saya
habiskan hidupku untuk orang Papua, menjadi guru.
Benar, saya telah menjadi guru di sebuah
sekolah swasta di Jayapura kurang lebih 12 tahun ini. Latar belakang pendidikan
saya adalah sosial politik dari universitas ternama di Yogyakarta. Saya
mengajar sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Di sini, saya lebih
puas menjadi pendidik daripada yang lainnya.
Kurang lebih 12 tahun menjadi guru di
Papua, tidak pernah saya mendengar atau melihat pembicaraan seserius ini
tentang KNPB di sekolah tempat saya mengajar akhir-akhir ini. Sejumlah
guru: guru asli Papua (ras Melanesia) maupun guru pendatang (ras Melayu)
secara terbuka membicarakan KNPB. Saya menguping beberapa kali tetapi saya
memilih diam.
Tetapi, sesering mungkin saya mendengar
nama KNPB, keingintahuan saya tentang KNPB terus meningkat. Keputusan bulat,
saya harus membuat tulisan tentang KNPB. Memang, dari berita di media, sering
saya baca aktivitas KNPB tetapi saya tidak pernah punya keinginan
mengetahui lebih dalam. Karena, bagi saya, lebih penting mendampingi
anak-anak SMA ini agar dapat membuat pilihan yang baik untuk hidup mereka
kelak.
Tulisan tentang KNPB saya awali dengan
riset kecil-kecilan dari koran, internet dan sumber lainnya. Sebagai
seorang guru yang berlatar belakang ilmu social politik, saya paham bahwa
menulis tentang KNPB tidak terlalu mudah, apalagi saya seorang Melayu. Terlepas
dari saya sebagai seorang Melayu yang ‘mungkin akan dinilai tak berhak bicara
soal politik Papua’, kebenaran tak pernah tersembunyi, tak pernah terkalahkan,
tak pernah mati. Dengan keyakinan itu, apa pun resiko, saya memutuskan untuk
membuat riset kecil dan menulis.
Tulisan tentang KNPB yang saya buat kurang
lebih 25 halaman dan telah saya kirim ke Jurnal di salah satu Perguruan Tinggi
ternama di Indonesia. Pada artikel ini, saya sajikan lebih ringkas untuk
pendidikan publik di tanah Papua. Saya berkeyakinan bahwa masyarakat mesti
diberikan informasi yang benar dan kredibel agar dari informasi itu mereka
dapat membangun diri dan bangsanya.
KNPB, Organiasi Pergerakan Sipil Nasional
Papua
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah
organisasi pergerakan sipil nasional Rakyat Papua (Provinsi Papua dan Papua
Barat). KNPB didirikan pada 19 November 2008 oleh anak-anak muda
terdidik dan berpikiran maju serta menguasai teknologi dan informasi.
Berdasarkan data yang saya kumpulkan,
anak-anak muda Papua ini sadar bahwa rakyat Papua pasca pembunuhan Theys Hiyo
Eluay (Pemimpin Politik Pro Papua Merdeka) membutuhkan organisasi
yang lebih progresif sebagai sarana untuk menyuarakan lebih lantang lagi
tentang keinginan merdeka yang saya amati sudah berurat-akar dan mendarah
daging di setiap orang Papua.
Berdasarkan sejumlah dokumen, KNPB
bukanlah organiasi baru di Papua. Pada tahun 1961, para tokoh nasionalis
Papua telah mendirikan organisasi ini dengan nama Komite Nasional Papua (KNP).
Tujuannya jelas, memperjuangkan kemerdekaan Papua menjadi sebuah negara yang
merdeka dan berdaulat, West Papua.
Itu artinya, KNPB yang saat ini hanya
menambah kata “Barat”. Agenda perjuangannya sama, memediasi rakyat Papua untuk
mendapatkan hak kedaulatan mereka melalui referendum, yang oleh anak-anak muda
Papua ini anggap sebagai solusi tengah, damai dan demokratis.
Membaca tujuan pendirian organisasi KNPB,
saya teringat pelajaran sejarah Indonesia di SMA, sub bagian ‘organisasi
pergerakan Indonesia’. Dijelaskan di sana, Indonesia selama berjuang untuk
memerdekakan diri dari Belanda pernah mendirikan sekitar 14 organisasi
pergerakan. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan
oleh Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo,
Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo di Bandung pada 4 Juli 1927.
PNI didirikan dalam situasi sosio-politik
yang kompleks. Mereka merasa bahwa dalam kondisi politik tersebut perlu
sebuah organisasi progresif untuk membangkitkan semangat untuk menyusun
kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Tujuannya jelas,
untuk mencapai Indonesia merdeka.
Organisasi lainnya dalam sejarah
pergerakan Indoneia adalah Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo
didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh Sartono, Sanusi Pane, dan
Moh. Yamin. Dasar dan tujuannya sama, memperjuangkan sIndonesia Merdeka.
Seperti PNI dan Perindo memandang Belanda
adalah kolonial, KNPB memandang Indonesia saat ini adalah kolonial di tanah
Papua. KNPB adalah anak-anak muda Papua yang memiliki keyakinan bahwa
penindasan dan eksploitasi atau kolonialisme dan kapitalisme global akan
dihentikan oleh kekuatan gerakan rakyat dan solidaritas dari seluruh
rakyat di seluruh dunia yang ingin dan cinta keadilan, kebebasan, demokrasi
kemanusiaan, dan perdamaian. Pandangan seperti itu jugalah yang ada di benak
Ir. Soekarno pada masa revolusi Indonesia.
Tentu, pada masa perjuangan kemerdekaan
Indonesia, organisasi PNI dan Perindo serta organisasi lainnya adalah ancaman
bagi kekuasaan Belanda. Kira-kira, beginilah (saya gambarkan)
Indonesia melihat KNPB saat ini di Papua.
KNPB sebagai organisasi pergerakan, mendukung dan berkampanye jalan hukum
dan politik untuk Kebebasan Papua Barat yang diupayakan Parlemen Internasional
untuk Papua Barat/International Parlementer for West
Papua (IPWP). Upaya gugatan atas pendudukan Indonesia di Papua Barat untuk proses hukum
internasional oleh Pengacara-Pengacara Internasional untuk Papua Barat/International Lawyers for West Papua (ILWP) juga didukung KNPB.
Terakhir, KNPB bersama sejumlah organisasi perjuangan lainnya di Papua,
sudah menyatakan bersatu di bawah payung perjuangan rakyat Papua yang kini
dikenal, United Liberalition Movement for
West Papua (ULMWP). Kemudian, selama hampir 2 tahun ini, ULMWP membuat gegelisahan
Jakarta semakin meningkat.
KNPB Itu Rakyat Papua, Simpati Membludak
Berdasarkan riset saya di sejumlah
dokumen, sejak awal pendirian, KNPB telah mengatakan bahwa perjuangannya adalah
perjuangan damai dan bermartabat oleh rakyat yang cinta damai dan memiliki
martabat. Itu membuat, simpati terus berdatangan, tak hanya pemuda tetapi
juga kelompok tua, mahasiswa, pelajar, laki-laki dan perempuan.
Orang Papua melihat KNPB bukanlah
“orang lain” dan “bukanlah organiasi baru”. Karenanya, mengapa demonstrasi yang
dimediasi KNPB selalu saja dihadiri ribuan orang Papua. Saya temui foto-foto
demonstrasi KNPB di website yang melibatkan belasan ribu orang: anak
kecil, pelajar, mahasiswa, pemuda, tua, muda, laki-laki bahkan PNS serta
pejabat ikut mendukung.
KNPB juga telah lama lebarkan sayapnya di
seluruh pelosok Papua. Saya dapatkan informasi dari sumber terpercaya,
KNPB telah membuat cabang di lebih dari 30 kabupaten di tanah Papua
(Provinsi Papua dan Papua Barat).
Menarik dari riset kecil saya adalah
perjuangan KNPB tak hanya turun jalan, demonstrasi. Mereka mengadakan seminar,
pelatihan dan membuat sarana kampanye berupa news letter cetak dan online
berupa website, blogspot, dan media social seperti grup facebook,
youtube, dan lainnya. Semua ini dengan mudah dapat ditemukan di internet.
Mereka sangat maju di media online.
Tampaknya anak-anak muda Papua ini telah
menyadari bahwa internet adalah sarana perjuangan yang tepat di zaman ini.
Mereka juga bisa jadi menyadari dan tidak terlalu banyak berharap pada
media-media nasional untuk pemberitaan aktivitas perjuangan mereka.
Berdasarkan riset kecil saya, tidak
banyak media nasional di Indonesia yang secara lengkap dan obyektif meliput
KNPB. Lebih banyak berita tentang KNPB yang saya temukan di media nasional tak
berimbang, bahkan menempatkan KNPB sebagai organisasi illegal bahkan kriminal.
Saya tidak terlalu kaget dengan kondisi ini karena PNI dan organisasi
gerakan lainnya di Java mendapatkan perlakukan demikian di masa revolusi
Indonesia. Dulu PNI dan para pendirinya serta pengurusnya dicap
separatis, illegal bahkan kriminal tetapi bagi kita saat ini adalah
pahlawan revolusi.
Hal menarik dari kondisi ini adalah justru
media-media skala internasional lebih sering meliput KNPB dan diberitakan
secara global. Kondisi ini membuat dukungan p ada apa yang
diperjuangkan KNPB tidak hanya semakin kencang dari rakyat Papua tetapi
dukungan datang dari berbagai pihak di Indonesia dan secara global di
berbagai belahan dunia. Dukungan membludak.
Negara Gelisah: Pilih Pendekatan Ekonomi
“Semakin besar dan tinggi pohon itu
bertumbuh, semakin besar pula terjangan angin.” Semakin besar gerakan dan
dukungan rakyat dan global, semakin besar pula badai yang menimpa organisasi.
Kondisi ini disadari justru pada saat KNPB dibentuk sebagaimana diungkapnya
Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo.
“KNPB itu bukan organisasi kecil. KNPB juga bukan berbicara soal makan
siang. KNPB organisasi milik rakyat Papua Barat. KNPB bicara soal nasif bangsa
Papua Barat. Maka, sebuah perjuangan tidak mungkin luput dari tantangan dan
pengorbanan. Orang akan kasih label ini, label itu, isu ini, isu itu pada KNPB.
Itu semua dilakukan oleh musuh untuk melumpuhkan rakyat Papua. Rakyat Papua
terus merapatkan barisan perlawanan,” bintangpaua.com,
melaluisuarapapuamerdeka.com,
Edisi, Rabu, 5 Oktober 2011.
Apa yang disadari KNPB benar-benar
terjadi. Kegelisahan negara atas kekuatan KNPB ditunjukkan dengan berbagai
cara. Negara berupaya mendegradasi dan menjustifikasi gerakan KNPB sebagai
gerakan kekerasan, gerakan pengacau, gerakan teroris dan label-label lainnya.
Label-label seperti ini ikut dikampanyekan oleh sebagian besar media-media di
Indonesia.
Para aktivis KNPB menjadi target
penangkapan, target kriminalisasi, hingga pebunuhan. Hingga saat ini, ribuan
aktivis KNPB pernah ditangkap, dipenjarakan, dijadikan Daftar Pencarian Orang
(DPO), dan ditembak dengan berbagai tuduhan.
Data yang saya peroleh, hingga saat ini,
lebih dari 30 anggota KNPB tewas baik dibunuh diam-diam, ditembak langsung,
dipukul hingga kritis dan meninggal di rumah. Ratusan lainnya menderita luka
tembak dan penganiayaan. Musa Mako Tabuni misalnya, ditembak di hadapan rakyat
yang selama ini ia bela, Kamis, (14/6/2012) silam. Sementera, Ketua Komisariat
Militan Komite Nasional Barat (KNPB) Pusat, Hubertus Mabel (30) juga ditembak
di kampungnya dan masih banyak lagi.
Kini, saat isu Papua mulai mendunia
sejalan dengan kekuatan KNPB, tampaknya kegelisahan negara semakin besar.
Berbagai spanduk anti KNPB dan ULMWP bertebaran di mana-mana di Jayapura dan
sejumlah kota di Papua. Sejumlah media online dan grup facebook muncul
tiba-tiba untuk menyerang KNPB. Bahkan, bermunculan banyak facebook dengan nama
para aktivias Papua dan nama orang Papua. Tujuannya, mengacaukan perjuangan
para aktivis Papua.
Sementara itu, intensitas Presiden
Indonesia, Joko Widodo ke Papua meningkat. Sejak dilantik, lebih
dari 4 kali Jokowi ke Papua. Sejumlah program diluncurkan, jalan tol,
rencana rel kreta api, pasar mama di Jayapura, dan lainnya. Semuanya ini
mesti diapresiasi karena selama 15 tahun saya di Papua, hanya Jokowi bisa
datang banyak kali ke Papua dan tampaknya punya hati yang murni.
Hal baik lain adalah Jokowi telah
membentuk Kelompok Kerja Papua (Pokja Papua). Peran mereka tak bedanya Unit
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua (UP4B) yang telah disakasikan
kegagalannya oleh rakyat Papua. Banyak pihak mengungkapkan di media bahwa
mereka sangat pesimis dengan Pokja Papua karena hingga saat ini tak ada kantor
di Jayapura dan tidak jelas apa yang dikerjakan di Papua.
Para menteri juga sesering mungkin datang
ke Papua, termasuk kepala Badan Intelijen Negara, tapi persoalan sejarah,
politik dan HAM tampaknya belum disentuh. Saya tidak terlalu yakin, Jokowi
tidak paham persoalan di Papua secara komprehensif? Tetapi, bisa jadi ia tidak
diberikan informasi yang obyektif tentang Papua, bahwa persoalan Papua bukanlah
hanya soal keadilan pembangunan, tetapi juga soal sejarah, HAM dan politik
serta demokrasi (kebebasan berpendapat). Bahwa, penyelesaian Papua bukan hanya
dengan yang oleh KNPB menyebutnya urusan ‘makan minum’.
Memang, soal HAM misalnya, sejumlah media menulis, Menteri Keamanan,
Politik, Hukum dan HAM, Luhut B. Pandjaitan telah membentuk tim penuntasan
pelanggaran HAM Papua. Tetapi, kalangan aktivis Papua menilai, tim ini dibentuk
untuk menghalangi tim pencari fakta pelanggaran HAM Papua yang telah dibentuk
oleh Pasific Island Forum (PIF).
Nah, apakah dengan cara-cara ini dan
upaya-upaya ini akan sukses meredam keinginan merdeka dari rakyat Papua?
Saya melihat, sulit. KNPB sudah jauh
melangkah. Perang media tampaknya sulit dibendung. Kesadaran nasional yang
besar telah lahir di Papua. Kepercayaan rakyat Papua, ras Melanesia, pada
negara sulit untuk kembali dihidupkan dengan cara apa pun. Kesadaran nasional
tidak hanya tumbuh di kalangan aktivis dan terpelajar, di kalangan anak didik saya
di SMA sekali pun sudah tumbuh subur.
Saya menemui anak-anak didik saya suka
membawa noken bergambar Bintang Kejora, mereka gambar di celana seragam, dalam
buku-buku catatan penuh gambar Bintang Kejora. Juga mereka tidak menulis dengan
hanya nama “Papua” tetapi “West Papua” atau “Papua Barat” di bawah bendera yang
telah digambarnya. Anak-anak SLTP dan SD juga jika ditanya apa bendera kamu,
tentu mereka akan menjawab Bintang Kejora, bukan Merah Putih. Saya sudah
mencoba menanyakan anak-anak di sejumlah sekolah yang berbeda.
Mengapa demikian? Dalam kondisi sebagaimana digambarkan di atas tadi, kita
sudah menyaksikan, KNPB dengan gagah berani turunkan ribuan masa dalam tekanan
aparat yang luar biasa pada 31 Mei 2016 untuk mendukung ULMWP menjadi anggota
penuh Melanesia Sperheed Grup (MSG). Ini dilakukan
setelah sebelumnya, hampir 2000 (dua ribu) orang ditangkap dan digiring ke
halaman Markas Brimob dan orasi Papua Medeka di sana. Aparat polisi yang berada
di setiap titik aksi pada pukul 04:00 WIT tak mampu membendung gerakan rakyat ketika
itu.
Kemudian, muncul skenario baru. Ada dugaan, pihak-pihak tertentu
memfasilitasi demonstrasi tandingan. Pada 2 Juni 2016, kelompok orang yang
didominasi ras Melayu yang menamakan diriBarisan Rakyat Pembela
(BARA) NKRI melakukan demonstrasi di kantor DPRP dan beberapa kota di Papua.
Sejumlah pemuda mengakui, tidak bisa menolak kalau diberi uang 300 ribu dan
dijemput dan diantar pulang dengan truk. Jika yang turun demonstrasi 2000
orang, maka berapa rupiah yang keluar untuk memaksakan orang yang tak tahu
apa-apa datang demonstrasi. Ada yang menarik, dalam aksi ini, terjadi pemukulan terhadap seorang wanita, Hendrika Kowenip di ruas jalan Lapangan
Trikora, Abepura oleh masa aksi BARA NKRI. Ini akan menjadi ujian bagi
polisi di Papua, apakah akan proses pelaku atau tidak?
Banyak pihak menuding ada upaya sadar agar
konflik horizontal terjadi di tanah Papua. Tetapi, rencana ini tampaknya akan
gagal karena sejauh ini belum ada kelompok di Papua yang menanggapi aksi
BARA NKRI secara terbuka dan dengan hati panas. Sejumlah pimpinan juga saya
ikuti telah menghimbau agar rakyat Papua harus dewasa dan tahan diri. Itu
artinya, rakyat Papua telah memiliki kesadaran politik yang baik dan dewasa.
Soal demonstrasi BARA NKRI, saya sebagai
seorang Melayu di Papua, menjadi tidak masuk akal jika orang-orang Melayu
mengusir KNPB yang adalah rakyat Papua. Banyak hak orang Melanesia di tempat
ini telah kita rengut. Apakah pantas, saya merengut lagi hak kebebasan
berpendapat, hak berpolitik mereka, orang Papua? Apakah saya, orang Melayu di
Papua akan mati jika orang-orang Melanesia di Papua memperjuangkan hak politik
mereka? Bahkan jika pun mereka merdeka, apakah saya akan mati? Tentu
tidak! Saya tidak seserakah itu. Ini adalah refleksi pribadi saya untuk menjemput
bulan suci ini.
Saya berkesimpulan bahwa, kita, orang
Melayu harus punya pemahaman yang lengkap bahwa kriminalisasi,
penangkapan dan pembunuhan, serta scenario konflik horizontal lazim dilakukan
penjajah kepada organisasi pergerakan di mana pun di dunia ini. Seperti
yang terjadi pada KNPB, para tokoh pendiri PNI seperti Ir. Soekarno,
Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata pernah mengalaminya. Mereka
ditangkap oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 24 Desember 1929. Mereka kemudian
diajukan ke depan pengadilan Landraad di Bandung dan dipenjara.
Bukankah model seperti inilah yang
dipraktekkan aparat Indonesia atas aktivis KNPB selama ini. Apakah orang-orang
Melayu di Papua harus terjebak pada nasionalisme yang sempit di zaman
yang terbuka dan modern ini?
Rakyat Papua Sedang Buat Sejarah Mereka
Berdasarkan risek kecil, saya
berkesimpulan bahwa ternyata KNPB itu rakyat Papua. Rakyat Papua yang tak
menyerah pada kematian sekalipun. Dari ungkapan mereka, saya tangkap,
sudah terlalu banyak orang-orang tercinta terengut nyawanya di moncong senjata
saat berjuang untuk menggapai hak politiknya. Karena itulah, para aktivis KNPB
menganggap bahwa jika nyawa harus terengut berarti itu bukan jalan sejarah
baru.
Di berbagai kesempatan, KNPB mengatakan,
tidak ada satu organisasi ataupun lembaga negara yang bisa membubarkan KNPB.
KNPB adalah rakyat Papua maka harus dipertahankan dengan air mata dan
darah. KNPB hanya akan bubar kalau rakyat Papua ras Melanesia dari
Sorong-Samarai bangkit dan minta KNPB bubar. KNPB hanya punya kontrak politik
dengan rakyat Papua, bakanlah kelompok Melayu seperti saya.
Rakyat Papua memadang saya adalah tamu
yang tak punya hak untuk membubarkan KNPB. Tamu yang tidak layak memegang
kendali hidup tuan rumah, tuan tanah, orang Melanesia di Papua. Kadang saya
mengakuinya bahwa, sebagian besar orang Melayu di Papua maupun di Jawa
menjadi korban politik kolonialisme, memiliki nasionalisme yang sempit
dan egoistis dalam melihat Papua.
Saya tersentuh dengan pernyataan Ketua
KNPB, Victor Yeimo di status facebook-nya pasca demonstrasi BARA NKRI di
Jayapura. Ia menulis begini, “Perjuangan kita bukanlah suatu perlombaan
antar pendatang dan pribumi. Perjuangan kita adalah perjuangan rakyat-bangsa
tertindas melawan penindas, yakni penguasa kolonial, kapitalis, beserta semua
yang sedang menyukseskan (memperkokoh) kepentingannya. Kita berjuang dengan
bermartabat untuk mengakhirinya dengan bermartabat.”
Jangankan Papua, di Jawa sekalipun
perasaan tertindas oleh para kapitalis masih dirasakan. Perjuangan KNPB sebenarnya
adalah juga perjuangan kaum tertindas Papua, kaum tertindas Indonesia dan kaum
tertindas dunia. Perjuangan penegakan martabat manusia adalah perjuangan
bersama seluruh bangsa manusia di dunia, termasuk saya orang Melayu di Papua.
Setelah dua minggu saya membuat riset
kecil tentang KNPB, saya menyadari bahwa perjuangan KNPB adalah perjuangan umat
manusia di dunia. Tanpa perjungan semacam ini, penindasan, keserakahan terus
akan tumbuh subur. Indonesia memiliki sejarah yang panjang melawan Belanda,
sama halnya Papua ternyata memiliki jalan sejarah yang berbeda untuk melawan
kapitalisme dan kolonialisme di atas tanah mereka.
Pernyataan Ketua KNPB “Perjuangan kita bukanlah suatu perlombaan
antar pendatang dan pribumi. Perjuangan kita adalah ….” di atas tadi adalah
tamparan keras bagi saya. Mereka menampar saya, menampar kita, mengajak kita
untuk membuka mata dan melihat penindasan dan sepakati bahwa penindasan atas
nama apapun harus dihapuskan dari atas muka bumi ini., termasuk penindasan atas
nama “NKRI harga mati”.
Mereka, KNPB, rakyat Papua, sedang terus
rapatkan barisan perjuangan, mereka aksi, mereka seminar, mereka menulis, dan
terus bergerak maju ke depan. Mereka sedang membuat sejarah bangsa mereka, West
Papua.
*Guru Sosiologi dan Pendidikan
Kewarganegaan di Salah Satu Sekolah Swasta di Kota Jayapura.
Ket: Foto ilustrasi dapat
disesuaikan dengan keinginan redaksi. Saya menemukan di blog ini juga ada foto
KNPB saat aksi. https://wpncnews.wordpress.com/2012/03/21/foto-knpb-news-10-000-demonstran-knpb-di-numbay-west-papua-menuntut-referendum/.
0 komentar: