Ketua Sinode Kingmi Tanah Papua, Pdt. Benny Giay berkotbah dalam perayaan HUT Totamana 2016 di Lapangan Bola Tadouto, Senin (09/05). Foto: Tigi Barat Humas. |
Manokwari, Majalah Beko - -
Ketua Sinode Kingmi Tanah Papua,
Pdt. Benny Giay mengajak masyarakat suku Mee bekerja keras sesuai ajaran
Totamana dan mengutuk budaya malas.
Menurut Giay, Totamana yang
merupakan warisan kerja keras yang dicanangkan leluhur suku Mee, seperti Wodeyokaipouga
Bobii sejak tahun 1920 itu mulai hilang kini akibat perkembangan zaman.
“Sikap kerja sama
menjadi landasan hidup dalam menghidupkan firman yang hidup dalam kehidupan
manusia kuno sudah mulai hilang. Apalagi zaman sekarang, berbicara saja gampang
diucapkan, akan tetapi sulit dipraktekkan. Apalagi, masyarakat masa kini lebih
memilih bepergian ke kota ketimbang tinggal di kampung untuk bekerja. Selama
ini, kebanyakan meninggalkan keluarga dan dengan berbagai alasan,” ungkapnya di
hadapan ribuan masyarakat dalam kotbah perayaan
HUT Totamana 2016 di Lapangan Bola Tadauto, Distrik Tigi Barat, Kabupaten
Deiyai, Senin (09/05).
Oleh karena itu, Giay
mengajak para pemimpin gereja kini menghidupkan budaya kerja keras.
“Para pemimpin gereja
jangan hanya berkotbah di gereja saja, tetapi dibarengi dengan kerja keras
untuk menghidupkan budaya kerja. Harus meneladani tokoh Wodeyokaipouga sebagai
pewaris Owaadaa. Oleh sebab itu, untuk mewariskan budaya kerja sama, harus
kuburkan budaya pemalas dan hidup ketergantungan kepada orang lain,” ajaknya.
Tatomana menurut Giay,
ada dalam Owaadaa atau kebun rumah yang dipagari oleh pagar lingkungan hidup.
Selain mengajak para
pemimpin gereja bekerja keras, Giyai mengajak masyarakat untuk membangkitkan
budaya kerja keras demi membangun Papua baru di tanah ini dan mengutuk budaya
malas.
“Hanya merayakan ulang
tahun tanpa kerja keras juga sama saja. Sebaiknya, di tahun depan tidak
dilaksanakan bila tidak dibarengi dengan kerja keras atau menyekolahkan
anak-anak. Sebab, di masa depan, dunia ini akan di bangun oleh mereka yang
pintar, melalui pendidikan, bisa berbahasa dengan orang lain, baik dengan orang
Belanda atau dengan bangsa lain,” ajaknya pula.
Membangun Papua baru
menurut Giay, dimulai melalui pembangunan bertahap dari diri sendiri, keluarga,
dan kampung.
“Di tanah Tadauto,
Debey, Deiyai, Papua secara umum mengutuk budaya malas dan membangkitkan budaya
kerja untuk membangun Papua baru di tanah ini. Membangun Papua baru harus
dimulai dari daerah Debey, di mana hari ini sebagai tolak ukur membangun daerah
Meeuwodide atas dasar kerja keras yang dibangun oleh tokoh Wodeyokaipouga dan
mendorong manusia suku Mee agar membangkitkan daya kerja keras yang dibangun
semenjak tahun 1920 kala itu. Membangun harus dimulai dari diri dan keluarga. Untuk
membangun beberapa bidang yang dibangun oleh tokoh Wodeyokaipouga, tidak bisa
dikerjakan semua secara bersama. Namun, harus dikerjakan satu per satu. Sebab,
manusia kita sekarang berbeda dengan manusia masa lalu,” bebernya.
Giay juga menekankan, semua
hamba Tuhan yang memimpin denominasi-denominasi gereja di tanah Papua mendorong
semua jemaat untuk lebih pro aktif dalam membangun keluarga dan kampung menuju
pembangunan seutuhnya.
Selain itu, Pendeta
Giyai meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Deiyai membuat peraturan daerah (perda)
dan mencanangkan 9 Mei sebagai Hari Kebangkitan Totamana.
Sementara, ajakan Pdt.
Benny Giay untuk bekerja keras sesuai ajaran Totamana disampaikan juga oleh
Wakil Bupati Deiyai, Agustinus Pigome dalam sambutan tunggalnya.
“Di masa kini dituntut
agar semua keluarga arahkan, menyekolahkan anak-anaknya, sebab di masa depan
yang tengah mengalami perubahan ini. Orang berpendidikan akan merubah dirinya
dan daerahnya. Jika tidak bersekolah, akan menjadi penonton setia di atas
bergulirnya kemajuan yang sangat signifikan ini,” katanya.
Dalam penyampaiannya itu,
Pigome mencontohkan Buku
“Wodeyokaipouga Nabi Yang Terlupakan” karya Fransiskus Ign. Bobii yang
diluncurkan bersamaan dengan HUT Totamana ini.
“Buku ini adalah bukti
dan hasil karya orang yang bersekolah,” terangnya.
Pigome juga meminta
masyarakat tidak meninggalkan kampung dan melanjutkan amanat Totamana, yakni
bekerja keras dan membangun Owaadaa di setiap keluarga. Sebab, menurut Pigome, dalam
Owaadaa terdapat Totamana sebagai pandangan hidup bersama.
(AP)
0 komentar: