Ilustrasi. Foto: Beko. |
Oleh John Iyai
Rumus untuk perjuangan pergerakan kemerdekaan selalu sama, yaitu sadar, bersatu dan lawan. Sama halnya pergerakan perjuangan rakyat untuk Papua Merdeka. Perjuangan ini semakin nampak. Rakyat Papua sudah sadar dan mereka sudah ketahui bahwa mereka sedang dijajah oleh kolonial Indonesia. Kesadaran Bangsa Papua untuk merdeka bukan lahir sekarang, tapi sudah ada sejak tahun 1963, di mana rakyat Papua dianeksasi secara sepihak oleh Belanda, Indonesia dan Amerika. Sejak itulah rakyat sudah tahu, di masa-masa 1960-an, militer Indonesia melakukan berbagai operasi militer di tanah Papua dan membumihanguskan ribuan rakyat Papua yang tidak bersalah.
Palanggaran HAM masif yang terjadi di tanah Papua oleh kolonial Indonesia menyadarkan mereka (OAP) untuk bangkit dan lawan. Sejarah politik BangsaPapua dan pelanggaran HAM yang belum diusut tuntas menjadi trauma dan menjadi memoria pasionis bagi rakyat Papua. Kepercayaan rakyat Papua terhadap Indonesia tidak ada. Artinya, bahwa tidak ada rakyat Papua yang punya nasionalisme Indonesia secara sepenuhnya. Rakyat Papua sudah kehilangan kepercayaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tidak ada harapan hidup untuk rakyat Papua di dalam NKRI.
Rakyat sudah sadar niat jahat NKRI di atas tanah Papua. Mulai dari hegemoni pendidikan, pembungkaman ruang demokrasi, kesehatan yang buruk, diskriminasi, marginalisasi, rasisme, dan sebagainya. Hal yang aneh bukan? Indonesia lakukan itu semua kepada rakyat Papua dan dia mengklaim bahwa rakyat Papua adalah bagian dari Indonesia. Ini ibarat sebuah pentas sandiwara atau kita sebut saja “politik wayang”.
Dengan melihat kesadaran rakyat dan perjuangan kemerdekaan Papua yang makin menggebu, maka semua kebijakan yang ditawarkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi Papua adalah gagal. Bagaimana rakyat Papua bisa serius membangun Papua dalam bingkai NKRI, sementara mereka sendiri ditindas secara sistematis. Juga, nasionalisme mereka dipaksa. Rakyat Papua di Indonesia adalah keterpaksaan yang dipaksakan oleh Indonesia melalui Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang dinilai cacat hukum. Oleh karena itu, maka rakyat Papua di dalam NKRI adalah “illegal citizen” warga ilegal.
Selama ini pemerintah Indonesia salah menilai bahwa isu perjuangan Papua merdeka adalah keinginan segelintir orang. Jika dikaji betul-betul, rakyat Papua dari anak kecil hingga dewasa akan berkata bahwa mereka ingin merdeka. Untuk mengekspresikan diri bahwa mereka ingin merdeka itulah yang mereka takut terkait dirinya ditembak polisi. Hal ini berkaitan dengan trauma pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI dan Polri di tanah Papua. Sebenarnya, rakyat Papua yang mempertahankan Papua dalam NKRI itulah yang hanya segelintir orang. Mereka adalah orang-orang yang dibayar olehPemerintah Indonesia untuk mengadu-domba antarsesama rakyat Papua. Ini politik “devide et impera”. Indonesia [balas dendam] seperti yang dilakukan oleh Belanda dulu pada rakyat Indonesia.
Rakyat Papua sudah sadar. Semangat rakyat Papua untuk merdeka semakin membara. Sebaliknya, Indonesia kehilangan akal untuk membujuk dan melawan niat rakyat Papua untuk merdeka. Berbagai misi dilakukan oleh Indonesia di Papua termasuk pengiriman militer di Papua. Disamping itu, Indonesia juga menjalankan diplomasi “tawar-menawar atau jual-beli” ala pasar kepada negara-negara yang mendukung Papua Merdeka.
Saat ini, isu perjuangan Papua merdeka yang dulunya diredam oleh pemerintah Indonesia, kini bukan lagi isu nasional. Perjuangan Papua merdeka sudah menjadi isu internasional. Banyak negara mendukung soal kemerdekaan rakyat Papua. Rakyat Papua tidak sendirian. Indonesia sedang ketakutan, jika Papua terlepas dan berdiri sendiri. Indonesia pun takut disoroti, maka Indonesia melarang wartawan asing meliput masalah-masalah di Papua.
Dengan kesadaran dan kekuatan rakyat Papua untuk merdeka dan dukungan internasional yang semakin lantang, maka cita-cita bangsa Papua untuk merdeka tidaklah jauh. Rakyat Papua harus semakin bersatu dan terus kobarkan semangat perlawanan. Jauhkan niat-niat NKRI dengan berbagai hal untuk mencuci otak rakyat Papua. Rakyat Papua tidak harus takut terhadap penangkapan, pembunuhan, pemerkosaan, tapi itu memberikan dan menghidupkan semangat perlawanan. Hal itu membuat kemerdekaan Papua menjadi cepat. Janganlah takut pada penjajah karena saat di mana penjajah lebih sadis, maka saat itulah rakyat Papua mendekati kemenangan. Saat itulah saat-saat “klimaks”. Rakyat Papua mari sadar, bersatu dan lawan. Semakin besar kekuatan rakyat, semakin besar dukungan internasional, semakin dekat cita-cita bangsa Papua untuk merdeka. [*]
0 komentar: